Hidayah-18

Hidayah itu datang setelah 18 tahun lewat

Perbedaan antara Ahlussunah Waljamaah dan Syiah

Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.

Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan ?.

Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.

Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.

Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.

Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i.

Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.

Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah).

Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.

Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.

Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).

 

1. Ahlussunnah         : Rukun Islam kita ada 5 (lima)

a)      Syahadatain

b)      As-Sholah

c)      As-Shoum

d)      Az-Zakah

e)      Al-Haj

Syiah                     : Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:

a)      As-Sholah

b)      As-Shoum

c)      Az-Zakah

d)      Al-Haj

e)      Al wilayah

 

2. Ahlussunnah         : Rukun Iman ada 6 (enam) :

a)      Iman kepada Allah

b)      Iman kepada Malaikat-malaikat Nya

c)      Iman kepada Kitab-kitab Nya

d)      Iman kepada Rasul Nya

e)      Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat

f)       Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.

Syiah                     : Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)*

a)      At-Tauhid

b)      An Nubuwwah

c)      Al Imamah

d)      Al Adlu

e)      Al Ma’ad

 

3. Ahlussunnah         : Dua kalimat syahadat

Syiah                     : Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.

 

4. Ahlussunnah         : Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.

Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.

Syiah                     : Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.

 

5. Ahlussunnah         : Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah :

a)      Abu Bakar

b)      Umar

c)      Utsman

d)      Ali Radhiallahu anhum

Syiah                     : Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).

6. Ahlussunnah         : Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum.

Berarti mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa. Karena sifat Ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi.

Syiah                     : Para imam yang jumlahnya dua belas tersebut mempunyai sifat Ma’’hum, seperti para Nabi.

 

7. Ahlussunnah         : Dilarang mencaci-maki para sahabat.

Syiah                     : Mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa bahkan Syiah berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at  Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.

 

8. Ahlussunnah         : Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Beliau adalah Ummul Mu’minin.

Syiah                     : Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan.

 

9. Ahlussunnah         : Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah :

a)      Bukhari

b)      Muslim

c)      Abu Daud

d)      Turmudzi

e)      Ibnu Majah

f)       An Nasa’i

(kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).

Syiah                     : Kitab-kitab Syiah ada empat :

a)      Al Kaafi

b)      Al Istibshor

c)      Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih

d)      Att Tahdziib

(Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).

 

10. Ahlussunnah         : Al-Qur’an tetap orisinil

Syiah                     : Al-Qur’an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syiah tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).

 

11. Ahlussunnah         : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya.

Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya.

Syiah                     : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah.

Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.

 

12. Ahlussunnah         : Aqidah Raj’Ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah adalah besok diakhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.

Syiah                     : Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah. Dimana diceritakan : bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain.

Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai  ribuan kali. Sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.

Keterangan           : Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian

13. Ahlussunnah         : Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.

Syiah                     : Mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.

 

14. Ahlussunnah         : Khamer/ arak tidak suci.

Syiah                     : Khamer/ arak suci.

 

15. Ahlussunnah         : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.

Syiah                     : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.

 

16. Ahlussunnah         : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah.

Syiah                     : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat.

(jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah/ batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).

 

17. Ahlussunnah         : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah.

Syiah                     : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/ batal shalatnya.

(Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).

 

18. Ahlussunnah         : Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i.

Syiah                     : Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun.

 

19. Ahlussunnah         : Shalat Dhuha disunnahkan.

Syiah                     : Shalat Dhuha tidak dibenarkan.

(padahal semua Auliya’ dan salihin melakukan shalat Dhuha).

 

Demikian telah kami nukilkan perbedaan-perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).  Sengaja  kami  nukil  sedikit saja,  sebab apabila kami nukil

seluruhnya, maka akan memenuhi halaman-halaman buku ini.

Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap).

Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).

Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).

Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu).

Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah.

Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.

Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita.

Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.

sumber http://www.albayyinat.net/jwb5tc.html

November 22, 2009 Posted by | Ilmu islam, Islam, Pandangan Islam, Pikiran | 2 Komentar

CITRA DIRI KEHIDUPAN MAHASISWA

Pendahuluan

Harus diakui, arus modernisasi yang berjalan kuat dan pesat, membuat dinamika kemahasiswaan berjalan sangat dinamis dengan tingkat kebebasan berpikir yang sangat tinggi. Melalui disiplin keilmuan yang diterimanya serta jaringan pergaulan dan informasi yang mampu diaksesnya, menjadikan mahasiswa hidup dalam dunia kebebasan yang sangat lebar. Modernisasi telah benar-benar menggeser dan meruntuhkan segala pranata yang sudah mapan, termasuk pranata moral keagamaan dan sosial.

Seorang ilmuan muslim Mesir kenamaan Hassan Hanafi, mensinyalir bahwa modernisasi mampu menyuguhkan sejuta opsi dalam satu hal kecil yang sangat terbatas sekalipun. Di sana tersedia sejumlah standar dan ukuran-ukuran. Siapa pun bebas menggunakan ukuran dan standar tersebut, bahkan juga berganti-ganti dari satu standar ke standar yang lain. Kebebasan menggunakan standar inilah yang kemudian meruntuhkan segala bangunan pranata sosial-keagamaan yang sudah mapan.

Lihatlah bagaimana generasi muda kampus melakukan seks bebas, obat-obatan terlarang, dan larut dalam tuntutan-tuntutan gaya hidup modern lainnya. Padahal, tidak sedikit dari mereka yang berlatarbelakang masyarakat desa dengan kultur yang sangat bertolak belakang. Alfin Tofler menyebut gejala ini dengan cultural shock, sebuah keterkejutan budaya yang tanpa disadari menyeretnya ke dalam arus kebudayaan baru yang tidak dikenal sebelumnya.

Modernisasi memang benar-benar menjadi satu persoalan tersendiri dalam kultur masyarakat praindustri, seperti Indonesia. Di dalamnya terjadi aneka kontradiksi yang berjalan dalam satu irama perubahan pada dimensi kultural dan kesadaran manusia. Dalam jeratan kultur seperti inilah, lanjut Hassan Hanafi, setiap orang berkecenderungan kembali kepada nilai-nilai primordialnya atau membangun mekanisme defensif dengan mengusung sebuah nilai-nilai fundamental yang sangat asasi. Biasanya, alternatif pengimbang terhadap modernisasi dipilihlah nilai-nilai keagamaan.

Lembaga Pendidikan Tinggi Islam harus dapat memainkan perannya yang tepat dalam usaha pencapaian serta peningkatan kemajuan dan kesejahteraan umat Islam. Buat uamt Islam di Indonesia hal itu juga berarti pencapaian dan peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Keberhasilan peran itu diindikasikan oleh kemampuan lulusannya dalam menjalankan pekerjaannya dalam masyarakat sehingga membawa kemajuan dalam lingkungan pekerjaannya khususnya dan kemajuan masyarakat pada pumumnya. Dengan begitu ia menjadi kader bangsa atau umat yang berharga.

Pembentukan kepribadian dan citra diri yang bermutu ditentukan oleh kepemimpinan yang tepat dari pimpinan lembaga serta seluruh tenaga pendidik dan administrasi. di satu pihak. Sedangkan di pihak lain ditentukan pula oleh penyelenggaraan kehidupan mahasiswa dalam berbagai organisasi dan kegiatannya. Kepemimpinan perguruan tinggi yang baik adalah yang dapat bersikap Tut Wuri Handayani, artinya memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupannya secara otonom dengan selalu menjaga hubungan dan komunikasi yang dekat antara pimpinan lembaga dengan para mahasiswa.

Citra Diri

Citra diri adalah anggapan yang tertanam di dalam fikiran bawah sadar seseorang tentang dirinya sendiri. Citra diri bisa tertanam dalam fikiran bawah sadar oleh pengaruh orang lain, pengaruh lingkungan, pengalaman masa lalu atau sengaja ditanamkan oleh fikiran sadar. Citra diri ada yang bersifat positif dan membangun , adapula yang bersifat negatif dan merusak. Citra diri positip akan membawa seseorang pada kehidupan sukses dan bahagia dunia akhirat, sebaliknya citra diri negatif akan menghancurkan kehidupan seseorang dan membawanya pada kesengsaraan hidup didunia dan akhirat

Citra diri memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang, antara lain :

  • Citra diri merupakan blueprint kehidupan seseorang, ia akan menjalani kehidupannya sesuai gambaran mental yang ada dalam citra dirinya
  • Gambaran mental pada fikiran bawah sadar seseorang cenderung menjelma kealam nyata
  • Kiprah seseorang dibatasi oleh citra dirinya, ia tidak akan pernah melampaui batasan batasan yang tergambar dalam fikiran bawah sadarnya
  • Citra diri negatif membawa seseorang pada kehancuran
  • Citra diri positip membawa seseoran pada kemenangan dan keberhasilan
  • Citra diri negatif menarik unsur negatif kedalam kehidupan seseorang
  • Citra diri positif menarik unsur positif kedalam kehidupan seseorang

Citra diri negatif

Citra diri negatif adalah gambaran serta anggapan seseorang tentang dirinya sendiri yang bersifat negatif .Citra diri negatif tertanan didalam diri seseorang akibat pangaruh lingkungan , orang lain atau pengalaman masa lalu yang membekas dalam dirinya. Di daerah yang lingkungan hidupnya miskin para orang tua sering menamkan fikiran negatif kepada putra putrinya. Ketika seorang anak menyampaikan cita cita atau keinginannya kepada orang tuanya maka orang tuanya mengatakan: “ Kita ini orang susah, orang melarat, kita tidak mungkin mendapatkan apa yang kau inginkan itu. Kita tidak pantas mendapatkan semua itu. Cukup saja kita hidup seperti ini”. Jika ucapan orang tuanya yang berulang –ulang itu terekam dan tertanam dalam fikiran bawah sadar sianak secara mendalam.maka ucapan itu telah membentuk citra diri sianak. Ia telah membuat gambaran dan batasan batasan tentang dirinya bahwa ia adalah orang miskin, susah dan melarat , tidak mungkin mencapai sukses atau keberhasilan dalam hidup. Batasan batasan ini akan menjadi blueprint kehidupannya untuk selanjutnya. Ia tidak akan pernah mampu melampaui batasan itu. Jika ada orang yang memberinya modal usaha , atau mengajaknya berbisnis pasti akan selalu mengalami kegagalan. Apapun usaha dan bisnis yang digelutinya akan mengalami kehancuran selama citra diri negatif itu masih tertanam dalam fikiran bawah sadarnya. Untuk mencapai sukses dan keberhasilan dalam hidup ia harus mengubah citra dirinya , dan ini bukan pekerjaan mudah. Mengubah citra diri yang telah tertanam dalam diri seseorang membutuhkan usaha yang gigih dan sungguh sungguh.

Ciri-ciri Citra diri negatif

Tanda tanda orang yang mempunyai citra diri negatif secara umum antara lain :

  1. Merasa rendah diri, menganggap diri tidak berguna dan tidak berarti ditengah masyarakat. Merasa keberadaannya tidak dibutuhkan oleh masyarakat dan lingkungan.
  2. Merasa tidak pantas atau berhak memiliki atau mendapatkan sesuatu
  3. Merasa terlalu muda atau tua untuk melakukan sesuatu
  4. Merasa dibenci dan tidak disukai oleh lingkungan dan orang disekitarnya
  5. Merasa tidak mampu dan selalu khawatir mendapat kegagalan dan cemoohan dari orang disekelilingnya
  6. Merasa kurang pendidikan dibandingkan orang lain
  7. Kurang memiliki dorongan dan semangat hidup, tidak berani memulai sesuatu hal yang baru, selalu khawatir berbuat salah dan ditertawakan orang

Orang yang mempunyai citra diri negatif umumnya sering mengucapkan kata kata sebagai berikut:

  • Kita orang miskin, kita orang susah kita tidak mungkin mendapatkan itu…
  • Itu hal yang tidak mungkin…..
  • Orang pasti mentertawakan kita…..
  • Kita tidak akan mampu melakukannya….
  • Kita tidak pantas mendapatkan itu….

Citra diri positif

Citra diri positif adalah anggapan atau gambaran seseorang tentang dirinya sendiri yang bersifat positif. Umumnya sejak anak anak orang tua mereka telah menanamkan nilai nilai positif kedalam fikiran sianak. Tidak semua orang yang hidup dari kalangan rakyat miskin mempunyai citra diri negatif. Diantara mereka ada orang yang ditanamkan oleh orang tuanya nilai nilai positif dengan ucapan :“…Kalian harus meraih kemenangan,… kalian harus menjadi orang kaya….kalian harus memperbaiki keadaan kita…kalian harus membangkitkan batang terendam…” dan lain sebagainya.

Inilah yang menyebabkan munculnya orang orang besar dan sukses dari kalangan petani , buruh atau orang miskin didesa maupun kota.

Orang yang mempunyai citra diri positif mempunyai semangat hidup dan semangat juang yang tinggi. Ia mempunyai cita cita dan gambaran yang jelas tentang masa depannya. Ia yakin dan optimis apa yang dicita citakannya itu akan tercapai. Ia tidak takut gagal atau ditertawakan orang dalam mencoba hal hal yang baru.

Ia merasakan dirinya penuh semangat, optimis dan yakin pada setiap yang dikerjakan. Ia merasa lingkungkan dan semua orang berpihak padanya. Ia tidak gentar menghadapi berbagai halangan dan rintangan. Ia yakin kemenangan berpihak padanya. Citra diri positif menjadi blueprint kehidupannya, dunia seolah olah tunduk padanya, sukses demi sukses diraihnya seiring dengan berjalannya waktu. Masalah dan kesulitan tidak pernah bisa mengalahkannya. Inilah type pemimpin dunia dan orang orang yang meraih sukses dalam segala bidang kehidupan didunia ini.

Ciri citra diri positif

Tanda tanda orang yang mempunyai citra diri positif antara lain:

1. Mempunyai gambaran yang jelas tentang masa depannya

2. Optimis mengarungi kehidupan

3. Yakin dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi

4. Penuh harapan dan yakin dapat meraih kehidupan yang lebih baik

5. Segera bangkit dari kegagalan dan tidak larut dalam duka berkepanjangan

6. Tidak ada hal yang tidak mungkin

7. Penuh rasa percaya diri

Umumnya orang yang mempunyai citra diri positip sering mengucapkan kata kata sebagai berikut:

  • · Kita pasti bisa mengatasinya
  • · Jangan takut….maju terus
  • · Coba sekali lagi kita pasti berhasil
  • · Kita tidak boleh lemah dan patah semangat
  • · Tidak ada hal yang tidak mungkin
  • · Jangan khawatir Allah selalu bersama ,kita
  • · Allah pasti menolong kita

Pentingnya Citra Diri yang Positif

“Anda adalah sebagaimana yang Anda pikirkan tentang diri Anda sendiri” Bingung? Versi aslinya, mungkin malah lebih mudah dipahami: “You are what you think”. Ini adalah kalimat pepatah luar negeri. Maksudnya adalah jika kita memiliki citra diri positif, maka kita akan mengalami berbagai macam hal positif sesuai dengan apa yang kita pikirkan.

Banyak ahli percaya bahwa orang yang memiliki citra positif adalah orang yang beruntung. Citra diri yang positif membuat mereka menikmati banyak hal yang menguntungkan, antara lain:

Membangun Percaya Diri

Citra diri yang positif secara alamiah akan membangun rasa percaya diri, yang merupakan salah satu kunci sukses. Orang yang mempunyai citra diri positif tidak akan berlama-lama menangisi nasibnya yang sepertinya terlihat buruk. Citra dirinya yang positif mendorongnya untuk melakukan sesuatu yang masih dapat ia lakukan. Ia akan fokus pada hal-hal yang masih bisa dilakukan, bukannya pada hal-hal yang sudah tidak bisa ia lakukan lagi. Dari sinilah, terdongkrak rasa percaya diri orang tersebut.

Meningkatkan Daya Juang

Dampak langsung dari citra diri positif adalah semangat juang yang tinggi. Orang yang memiliki citra diri positif, percaya bahwa dirinya jauh lebih berharga daripada masalah, ataupun penyakit yang sedang dihadapinya. Ia juga bisa melihat bahwa hidupnya jauh lebih indah dari segala krisis dan kegagalan jangka pendek yang harus dilewatinya. Segala upaya dijalaninya dengan tekun untuk mengalahkan masalah yang sedang terjadi dan meraih kembali kesuksesan yang sempat. Inilah daya juang yang lebih tinggi yang muncul dari orang dengan citra diri positif.

Manfaat Citra Diri yang Positif

Seseorang yang memiliki citra diri yang positif akan mendapatkan berbagai manfaat, baik yang berdampak positif bagi dirinya sendiri maupun untuk orang-orang di sekitarnya. Manfaat-manfaat yang terasakan oleh si empunya citra diri positif dan lingkungannya tersebut adalah:

Membawa Perubahan Positif

Orang yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat ia berkarya. Mereka tidak akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka akan melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik.

Masalah pengangguran tidak membuat orang bercitra diri positif mencak-mencak dan memaki pemerintah. Orang seperti ini akan berusaha mencari dan membuat lapangan pekerjaan bagi diri dan lingkungannya. Hingga ia bisa meyakinkan investor dan memulai usahanya, lapangan pekerjaan pun akan terbuka. Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh lingkungannya.

Mengubah Krisis Menjadi Keberuntungan

Selain membawa perubahan positif, orang yang memiliki citra positif juga mampu mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih keberuntungan. Citra diri yang positif mendorong orang untuk menjadi pemenang dalam segala hal. Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan, kegagalan, kesulitan dan hambatan sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar.
Seringkali kita memandang pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada pintu-pintu kesempatan lain yang terbuka untuk kita. Kita seringkali memandang dan menyesali kegagalan, krisis dan masalah yang menimpa terlalu lama, sehingga kita kehilangan harapan dan semangat untuk melihat kesempatan lain yang sudah terbuka bagi kita.

John Forbes Nash, pemenang nobel di bidang ilmu pengetahuan ekonomi dan matematika, justru merasa tertantang ketika mengalami soal matematika atau permasalahan ekonomi yang sulit. Kesulitan-kesulitan ini menurut Forbes, merupakan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya memecahkan masalah tersebut. Kesulitan dan masalah dalam matematika dan ekonomi, mendorongnya untuk mencari cara-cara baru yang lebih efektif dan kreatif sebagai solusi bagi permasalahan tersebut.

Strategi Membangun Citra Diri Positif

Setelah kita menyadari pentingnya memiliki citra diri positif, dan manfaat memiliki citra diri positif, tentunya kita juga ingin tahu bagaimana membangun citra diri yang positif. Berikut ini hal-hal yang harus dilakukan untuk membentuk citra diri yang positif:

Persiapan

Salah satu cara membangun citra diri positif adalah melalui persiapan. Dengan persiapan yang cukup, kita menjadi lebih yakin akan kemampuan kita meraih sukses. Keyakinan ini merupakan modal dasar meraih keberuntungan. Dengan melakukan persiapan, kita sudah berhasil memenangkan separuh dari pertarungan. Persiapan menuntun kita untuk mengantisipasi masalah, mencari alternatif solusi, dan menyusun strategi sukses. Persiapan dapat diwujudkan dengan mencari ilmu pengetahuan yang mendukung kita dalam menyelesaikan suatu masalah. Persiapan juga berarti latihan fisik dan perencanaan strategi bagi atlet-atlet olahraga.

Berpikir Unggul

Untuk membangun citra diri yang positif, kita harus berpikir unggul. Cara berpikir unggul seperti ini akan mendorong kita untuk senantiasa berusaha menghasilkan karya terbaik. Mereka tidak akan berhenti sebelum mereka dapat mempersembahkan sebuah mahakarya. Muhammad Ali, petinju asal Amerika Serikat, telah menjadi petinju legendaris dengan segudang prestasi yang membanggakan. Semua ini dapat diraih Ali karena selalu berpikir unggul. Setiap kali bertanding, yang dipikirkan oleh Ali adalah kemenangan. Ali tidak pernah berpikir kalah, tetapi selalu berpikir menang. Dengan tujuan kemenangan, Ali dan pelatih serta semua yang mendukungnya berlatih dan menyusun strategi untuk membukukan kemenangan yang sudah dipikirkan sebelumnya.

Belajar Berkelanjutan

Selain melalui persiapan yang tepat serta berpikir unggul, citra diri positif juga bisa dibangun melalui komitmen pada pembelajaran berkelanjutan. Hasil belajar akan membawa perubahan positif dengan menambah nilai bagi orang yang berhasil mendapatkan pengetahuan ataupun keterampilan baru, yang bisa dijadikannya modal untuk maju meraih sukses. Tanpa semangat untuk senantiasa mengembangkan diri, orang yang sudah memiliki citra positif bisa saja lalu kehilangan citranya tersebut karena tidak dianggap ”unggul” lagi atau tidak dianggap mampu menambah nilai bagi masyarakat sekitar melalui karya-karya yang dihasilkannya.

Seringkali orang yang sudah berada di tingkat atas merasa tak perlu lagi untuk belajar. Ia memandang remeh untuk belajar lagi, ia pikir, “Toh, aku sudah sukses.” Tambahan, orang seperti ini lebih enggan lagi untuk belajar pada orang yang lebih rendah dari dirinya. Hasilnya, ketika ia dirundung masalah, keberhasilannya pun melorot. Orang yang lebih rendah yang terus belajar akan menggantikannya dan menangani masalah dengan lebih baik.

Ternyata, banyak juga manfaat yang bisa kita peroleh jika kita mempunyai citra diri yang positif. Tunggu apa lagi? Insyaallah, mencintai diri sendiri dengan memiliki citra diri yang positif ini tak seruwet jika kita terjebak dengan kisah mencintai orang lain. Selamat membangun citra diri yang positif

Kampus Islami

Berbicara masalah kampus Islami, kita tidak boleh melupakan sejarahnya pada periode Islam klasik di mana kampus-kampus Islam waktu itu berhasil mencetak para intelektual Islam terkemuka seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Kindi, Ibnu Taimiyah, Sayed Qutb, Muh. Abduh sehingga pada zaman itu disebut sebagai zaman peradaban muslim. Namun jika melihat kenyataan sekarang maka sepertinya telah terjadi ambivalensi dari pendirian kampus Islam itu sendiri. Tulisan ini mencoba membahas perbedaan kampus Islami kontemporer dan kampus Islami klasik, serta sebagai otokritik dari persepsi secara parsial terhadap kampus Islami yang selama terjadi pada pemikiran intelektual Muslim kampus kita.

Sejarah Kampus/Universitas Islam Klasik

Sejarah Islam klasik memiliki peran yang sangat penting dalam entry point pembentukan peradaban masyarakat ilmiah di dunia. Hal ini dapat di lihat seperti yang tertulis dalam buku Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia yang diterbitkan oleh Depdikbut RI tahun 1997 yang menyebutkan bahwa Universitas Islam pertama adalah Universitas Granada dan Universitas Nizamiah di Baghdad yang didirikan pada masa Bani Umayyah yang waktu itu menguasai Spanyol di Barat. Kemudian juga terdapat Universitas Al Azhar di Kairo, Houzas di Qom serta model kampus tradisional yang lebih maju seperti Darul Ulum di Deoband, India dan Universitas Islam di Madinah.

Pada waktu itu dasar ideologis pembentukan Universitas Islam adalah jelas-jelas dalam rangka untuk menghasilkan para intelektual muslim yang memiliki visi keislaman, semangat moral dan iman Islam yang sangat kuat dengan integrasi yang sangat kuat antara konsep Ilmu dan Amal. Ditambah lagi bahwa kampus Islam waktu itu benar-benar merupakan kampus Islami sesungguhnya yang mana orientasinya adalah untuk mempelajari dan memahami seluruh ayat-ayat Allah SWT baik yang tertulis (Al-Qur’an) maupun yang tercipta (Alam semesta) dengan tidak melupakan penerapan syari’at Islam secara kaffah. Hingga tidak heran kiranya dengan sistem kampus Islami seperti itu muncullah para raksasa intelektual muslim tangguh seperti Ibn-Hazm Al-Qurtubi (wafat tahun 1064) yang ahli dalam berbagai bidang, menulis lebih dari 400 buku yang terkenal mulai dari sastra, filsafat sampai pada kesehatan, lalu intelektual muslim lain seperti Al-Amiri (wafat tahun 922), Khawarizmi yang menemukan Aljabar, Omar Khayyam yang menyelesaikan persamaan kuadrat untuk pertama kalinya, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Razi, al-Mas’udi, Abdul Wafa, Abu Bakar Zakaria Al Razi (Razez) dan masih banyak lagi para intelektual muslim yang lain. Sehingga pada waktu itu di bawah Kekhalifahan Umayyah di Spanyol Islam menjadi pusat peradaban budaya dan ilmu pengetahuan. Namun sayang sebelum abad ke-17 pemikiran Barat telah mulai menjajah dunia Islam, dan sebelum permulaan abad ke-12 kekuatan simbolik politik Islam, Khalifah Utsmaniyah, telah lenyap. Sehingga peradaban muslim yang dulu menjadi acuan ilmu pengetahuan dunia sekarang telah kehilangan identitas intelektualnya yang kini telah beralih ke Barat, sehingga secara langsung pula universitas-universitas Islam sekarang telah berangsur-angsur kehilangan label “kampus Islami-nya” akibat dari berhasilnya program propaganda sekulerisme dan westernisasi yang digulirkan oleh bangsa Barat. Hal senada juga pernah ditegaskan oleh Prof. Dr. –Ing. Iskandar Alisjahbana (CSDT The Habibie Center) yang mengatakan bahwa selama ini yang kita baca adalah Al Qur’an dari Arab, sedangkan ayat Al Qur’an yang tersebar dibumi ini masih banyak yang belum kita “baca”.

Kampus Islami Kontemporer Vs Kampus Islami Klasik

Membicarakan tentang kampus Islami berarti persepsi kita harus mencakup seluruh dimensi keislaman yang terdapat dalam terminologi kampus Islami tersebut, yaitu: Pertama, bagaimana kehidupan para intelektual muslim di kampus, sejauh mana mereka menerapkan kehidupan Islami dalam keseharian hidup mereka. Contoh yang paling nyata dapat kita lihat adalah peraturan mengenai kewajiban menggunakan jilbab di kampus, hal ini menunjukkan bahwa usaha-usaha menerapkan peraturan-peraturan Islam pragmatis sudah mulai dilakukan dengan harapan agar para masyarakat kampus dapat menerapkan kehidupan yang Islami. Kedua, lebih dari itu sesungguhnya kampus Islami memiliki arti dan cakupan yang amat luas dan mendalam. Apabila suatu universitas telah memekai label Islam maka seluruh aspek yang melandasi pembentukan kampus Islam tersebut, mulai dari konsep ilmu pengetahuan, landasan spiritualisme harus berlandaskan pada Islam serta memenuhi kriteria Islami dari Universitas Islam, diantaranya adalah seperti yang penulis kutip dari buku karangan Dr. Ziauddin Sardar yang sangat menyentuh:

“……universitas/Kampus Islam berbeda dengan model barat dalam hal konsep pengetahuan dan landasan spiritualnya. Konsep pengetahuan Islam dilandasi tauhid (unity of God) yang terefleksikan ke dalam semua segi kehidupan Islam dan mengintegrasikan tiga karakteristik evolusi peradaban Muslim yang menjadi landasan bangunan Universitas Islam: tamil (bersedia tunduk pada inti dan jiwa Islam), tazim (mencintai kehormatan dan wujud kebesaran Islam), adab (menghormati dan menghargai nilai-nilai Islam). Universitas Islam, kata penulis, akan mulai dengan anak tangga yang paling bawah, yakni adab.”

“….kriteria Islami dari Universitas Islam tidak bisa tidak adalah institusi universial di mana semua cabang pengetahuan dipelajari dalam kerangka etis dan metodologis yang betul-betul Islami. Selanjutnya, institusi yang akan didirikan itu tidak dapat bekerja secara sederhana untuk memodernisasi sektor tradisional yang, menurut Zaman, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan institusi yang mendidik orang menjadi sekular atau universitas-universitas modern yang hanya berlabel Islami.”

Selanjutnya pada dataran yang lebih maju, kampus Islam hendaknya dapat kembali menjadi pusat ilmu pengetahuan untuk membangun peradaban Muslim, sehingga universitas Islam kontemporer seharusnya bersifat dan mempunyai karakter yang konseptual serta mengedepankan esensi di dalam struktur institusional dan organisasionalnya. Universitas ini mestinya menjad mikrokosmos peradaban Muslim dan menyediakan sarana untuk memenuhi kebutuhan intelektual dan penelitian. Oleh karenanya di tingkat pusat universitas tersebut harus mempunyai program penelitian dan pengembangan yang sanggunp mengkaji dan menerapkan pendangan dunia Islam yang pokok.

Identifikasi Masalah dan Solusinya

Sekarang kita dapat mengetahui akar masalah sesungguhnya mengapa terwujudnya kampus Islami di universitas Islam hingga saat ini belum sesuai harapan kita bersama, hal ini dikarenakan terjadi penyimpangan terhadap dua masalah pokok yang mana satu sama lain saling terkait erat dan tidak bisa dipisahkan, sebab kalau ditafsirkan dan diterapkan secara parsial akan mengakibatkan tidak terwujudnya tujuan kampus Islam itu sendiri yaitu Pertama, dasar ideologis pendirian Unviersitas Islam tersebut tidak mengintegrasikan tiga karakteristik bangunan Universitas Islam yaitu tamil, tazim dan adab. Jika pada pengertan tamil bahwa kita diharuskan untuk bersedia tunduk pada inti dan jiwa Islam, maka sudah barang tentu konsekuensinya Universitas Islam yang kita didirikan pertama-tama harus tunduk pada inti dan jiwa Islam, sehingga seluruh konsep ilmu pengetahuan harus semata-mata dilandasi oleh tauhid, dan ini jelas-jelas berbeda dengan konsep pendidikan Barat yang semata-mata menekankan pada aspek science murni yang cenderung sekuler. Masih bias dan belum terarahnya tujuan utama pendirian kampus Islam tersebut sehingga kadangkala dalam proses perkembangan universitas tersebut mengalami berbagai kendala internal, seperti penafsiran yang salah dari para mahasiswa selama menggali ilmu di kampus tersebut sehingga tidak heran kadangkala banyak yang menjadi sekuler, padahal jelas-jelas mereka berasal dari universitas Islam, lalu keluaran dari universitas Islam tersebut masih kalah jauh bersaing dengan kampus-kampus umum lainnya. Pendirian kampus Islam harus memiliki tujuan yang dibangun atas fondasi yang lengkap dalam rangka merekonstruksi peradaban Muslim. Karena institusi ini menjadi pelayan yang dilengkapi dengan pusat pengetahuan untuk membentuk peradaban Muslim kembali.

Kalau kita mau berkontemplasi, alangkah indahnya tujuan pendidikan yang tertera pada brosur Universitas Islam Internasional Malaysia ini, yaitu sebagai berikut:

  1. Revitalisasi konsep pendidikan Islam yang mengakui pencarian pengetahuan sebagai ibadah.
  2. Menegakkan kembali…keunggulan Islam dalam semua bidang pengetahuan
  3. Menghidupkan kembali tradisi pendidikan Islam kuno di mana pengetahuan disebarluaskan dan dicari dengan sikap ketundukan kepada Tuhan.
  4. Memperlebar cakupan dan pilihan pada pendidikan tinggi umat Islam.

Selain itu visi yang harus dimiliki oleh setiap kampus Islam adalah universitas Islam harus dibentuk sebagai institusi yang berorientasi ke depan. Agar berfungsi sebagai institusi yang menyediakan pusat pengetahuan bagi peradaban Muslim, civitas akademisnya harus dapat memprediksi kebutuhan kaum muslim kontemporer dan masa depan yang berubah-ubah. Kedua, persepsi secara parsial tentang kampus Islami yang selama ini terjadi. Memang tidak salah kiranya jika selama ini banyak orang beranggapan bahwa jika para mahasiswanya telah patuh pada peraturan-peraturan pragmatis kampus Islami, seperti memakai jilbab, tidak boleh gondrong, tidak boleh memakai celana robek yang menampakkan aurat dan lain sebagainya maka dikatakan kampus tersebut sudah Islami. Hal ini dapat dimaklumi karena zaman sekarang pemahaman umat Islam (terutama kaum muda) terhadap agama Islam sendiri sangat lemah. Sehingga walaupun sudah diterapkan peraturan Islami di kampus tetap sja banyak para mahasiswa yang sekedar “menggugurkan kewajiban” dalam mematuhi peraturan kampus Islami, tanpa mengetahui esensi dari peraturan itu sendiri. Ini dikarenakan kurangnya kesadaran (mungkin ketidaktahuan) mereka akan ajaran Islam. Tapi syukurlah walau dalam keadaan yang demikian masih banyak diantara para dosen dan mahasiswa yang lebih paham yang rela meluangkan waktunya untuk melakukan usaha-usaha perbaikan dan penyadaran umat kampus, diantaranya adalah dengan membentuk halaqah-halaqah pengajian, dan diskusi-diskusi untuk lebih memperdalam pemahaman keislaman. Tetapi usaha ini semua akan mengalami akselerasi hasil yang sangat memuaskan jika kiranya dari pihak birokrat kampus dapat ikut berpartisipasi yang dalam hal ini dapat berupa policy (kebijakan) yang mendukung ke arah terciptanya suasana kampus Islami.

Namun walaupun begitu kita terus jangan terjebak oleh pola pikir seperti ini sehingga sampai-sampai menyebabkan kita ikut latah meyakini bahwa bentuk kampus Islami adalah yang seperti yang di sebutkan di atas. Padahal sesungguhnya kampus Islami itu tidak hanya berkutat pada masalah-masalah pragmatis seperti yang disebutkan sebelumnya, melainkan sudah mencakup aspek yang lebih luas yaitu sesuai dengan apa yang penulis ungkapkan pada bagian Kampus Islami Kontemporer Vs Kampus Islami Klasik. Untuk mencapai proses pencapaiannya jelas-jelas tidak bisa dilakukan oleh segelintir dosen dan mahasiswa saja melainkan juga harus dilakukan secara menyeluruh oleh seluruh elemen-elemen dan masyarakat kampus Islam mulai dari para decision maker, birokrat kampus, pemerintah, dosen, cendekiawan muslim serta mahasiswa. Karena sasaran dan tujuan yang harus dicapai dari kampus Islami tidak hanya ditujukan bagi kampus Islam tersebut sebagai individu tetapi juga demi menegakkan kembali peradaban Muslim dalam bidang pengetahuan yang tetap berlandaskan kepada tauhid.

Penutup

Tidak mungkin terwujud Kebangkitan Islam dalam Abad ke 21 kalau tidak diselenggarakan pendidikan yang sesuai dengan keperluan untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Melalui pendidikan itu dibentuk Manusia Muslim Indonesia yang berkepribadian tinggi sehingga dapat menjalankan fungsi kepemimpinan tetapi juga fungsi pelaksana yang tangguh di berbagai aspek kehidupan bangsa. Terbentuk harga diri yang sehat dan segar yang dapat meninggalkan rasa inferior yang sekarang masih sering tampak sebagai akibat dari masa lampau ketika umat Islam selalu dipojokkan atau dipinggirkan. Umat Islam yang terdiri dari warga yang digambarkan itu pasti akan berprestasi di segala bidang kehidupan.

Terutama perlu diusahakan perbaikan kondisi serta kemampuan ekonomi umat Islam karena hal itu sangat berpengaruh terhadap penghasilan umat Islam pada umumnya, sedangkan itu berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang perlu dibangun. Perlu diwujudkan agar tingkat ekonomi dari warga masyarakat yang paling rendah meningkat secara merata sehingga tercapai rata-rata penghasilan yang makin tinggi. Katakanlah mencapai penghasilan rata-rata per capita sebesar 2000 dollar AS pertahun. Itu berarti bahwa kesenjangan antara golongan atas dan menengah atas di satu pihak dan golongan menengah bawah serta golongan bawah di pihak lain makin menyempit. Untuk dapat mencapai hal itu perlu diusahakan peningkatan produktivitas. Dan itu sangat dipengaruhi oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang serta adanya kemampuan manajemen yang menghasilkan efektivitas dan efisiensi.

Juga hasil pendidikan itu harus dapat mewujudkan penguasaan dan penyebaran informasi yang makin bermanfaat bagi umat Islam. Masa kini dan terutama masa depan umat manusia sangat dipengaruhi oleh pihak yang menguasai informasi. Kita mengalami sekarang di Indonesia betapa penyebaran informasi dikuasai oleh pihak tertentu yang pada umumnya kurang bersahabat dengan perjuangan umat Islam. Hal itu disebabkan karena kemampuan pihak tersebut untuk menguasai bagian besar dari media cetak dan media elektronika di negeri ini. Harus pula diperhatikan bahwa faktor luar negeri turut berperan aktif dalam penyebaran informasi untuk mempengaruhi cara berpikir masyarakat pada umumnya. Kita lihat betapa besar peran Internet dewasa ini di kalangan anak muda terpelajar. Kalau keadaan demikian tidak dapat diperbaiki maka hal itu akan sangat merugikan usaha umat Islam untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Dan karena itu sangat mengganggu pelaksanaan Kebangkitan Islam.

Akan tetapi persoalan yang amat pelik adalah bahwa jumlah umat Islam di Indonesia begitu besar. Sedangkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu diperlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Diragukan apakah dengan kemampuan pembiayaan yang ada dapat diadakan pendidikan yang bermutu bagi seluruh umat Islam yang jumlahnya sekitar 170 juta orang dengan keperluan pendidikan yang aneka ragam.. Sebaiknya pendidikan dasar untuk bagian terbesar diserahkan kepada Pemerintah yang telah menetapkan Wajib Belajar 9 tahun. Sebab jumlah anak didik untuk pendidikan dasar terlalu banyak untuk dihadapi oleh dunia swasta Islam. Pendidikan dasar swasta Islam hanya diadakan secara terbatas untuk mempunyai TK dan SD yang sungguh-sungguh bermutu. Jadi adanya pendidikan dasar swasta yang kurang bermutu adalah pemborosan belaka. Kemudian harus selalu ada desakan kepada Pemerintah untuk mengadakan pendidikan dasar yang seluas dan sebaik mungkin.

dari :

Kajian tentang Pencanangan Kehidupan Kampus Islami

Oleh : Sofian Malik

November 22, 2009 Posted by | Ilmu islam, Islam, Pandangan Islam, Pikiran | Tinggalkan komentar

Politik dan Partai Politik dalam Islam

Al-Mawardi (Politikus Islam)

Al-Mawardi (Politikus Islam)

Islam mengandung ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi Islam yang komprehensif dan mencabut akar doktrin Islam yang sangat fundamental, yakni akhlak politik. Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan.

Al-Mawardi, ahli politik Islam klasik terkemuka (w.975 M) merumuskan syarat-syarat seorang politisi sebagai berikut:

  1. Bersifat dan berlaku adil.
  2. Mempunyai kapasitas intelektual dan berwawasan luas.
  3. Profesional.
  4. Mempunyai visi yang jelas.
  5. Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat.

khilafahPolitik dalam Islam menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari’at Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. la bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan melaksanakan undang undang.

Pengertian ini bertepatan dengan firman Allah yang mafhumnya:
“Dan katakanlah: Ya Tuhan ku, masukkanlah aku dengan cara yang baik dan keluarkanlah aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepadaku daripada sisi Mu kekuasaan yang menolong.” (AI Isra’: 80)

Asas asas sistem politik Islam ialah:

1. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Tidak mungkin ianya menjadi milik sesiapa pun selain Allah dan tidak ada sesiapa pun yang memiliki suatu bahagian daripadanya.

Fir man Allah yang mafhumnya:
“Dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan Nya.” (Al Furqan: 2)
“Bagi Nya segaIa puji di dunia dan di akhirat dan bagi Nya segata penentuan (hukum) dan kepada Nya kamu dikembalikan.”
(A1 Qasas: 70)
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (A1 An’am: 57)

2. Risalah
Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan jalan hidayah. Jalan kehidupan mereka berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan daripada Allah untuk diri mereka dan juga untuk umat umat mereka. Para rasul sendiri yang menyampaikan hukum hukum Allah dan syari’at syari’at Nya kepada manusia.

Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah perintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka.

Firman Allah yang mafhumnya:
“Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu, maka tinggatkanlah.” (Al Hasyr: 7)
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk dita’ati dengan seizin Allah.” (An Nisa’: 64)
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mu’min, akan Kami biarkan mereka bergelimang daiam kesesatan yang telah mereka datangi, dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu adalah seburuk buruk tempat kembali.” (An Nisa: 115)
“Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisa’: 65)

3. Khalifah
Khilafah berarti perwakilan. Dengan pengertian ini, ia bermaksud bahwa kedudukan manusia di atas muka bumi ialah sebagai wakil Allah. Ini juga bermaksud bahawa di atas kekuasaan yang telah diamanahkan kepadanya oleh Allah, maka manusia dikehendaki melaksanakan undang undang Allah dalam batas batas yang ditetapkan.
Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya.

Firman Allah yang mafhumnya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi… “ (Al Baqarah: 30)
“Kemudian Kami jadikan kamu khalifah khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.” (Yunus: 14)

Partai Politik Dalam Islam

Dalam hal ini memang ada dua titik ekstrem dikalangan umat Islam. Pertama, kaum sekuleris yang beranggapan bahwa: Islam Yes Partai atau Politik Islam No. Kedua, sebagian aktifis gerakan atau aliran keislaman yang membidahkan partai Islam karena mereka beranggapan tidak ada contohnya dimasa Rasul SAW.

Islam adalah agama yang sempurna (QS 2:208), mencakup aspek diin (agama) dan daulah (negara). Dan Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin dan pemimpin Islam selanjutnya -jika kita menggunakan konteks sekarang- adalah para pemimpin negara. Hukum-hukum yang terdapat dalam Alquran dan Sunnahpun sebagian besarnya tidak mungkin diterapkan kecuali dalam ruang lingkup negara. Disebutkan dalam literatur Islam bahwa tugas pemimpin adalah hirasatudin wa siyasatudunya bihi (memelihara agama dan menegatur urusan dunia dengan aturan agama ) (Al-Mawardi dalam Al-Ahkaam As-Sulthoniyah hal 3). Jadi mengatur segala urusan dunia(negara) adalah politik. Jika kita kembali kepada ayat-ayat Alquran maka kita akan menemukan banyak kisah-kisah yang sarat dengan dunia perpolitikan seperti kisah Ibrahim AS vs Namrud, Musa AS vs Firaun, Thalut vs Jalut dan Rasullulah SAW vs kuffar Quraisy, Yahudi dan Nasrani. Ini semua berkaitan dengan dimensi politik, namun kita bisa membedakan siapa diantara mereka yang selalu menegakkan nilai-nilai kebenaran dan yang selalu membaking nilai-nilai kebatilan (QS 9:32). Imam Al-Bujairimi dalam kitabnya at-Tajrid linnafi al-abid vol 2, hal 178 berkata: Siyasah adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Ibnul Qoyyim dalam kitabnya ilamul Muaqiin vol 4 hal 375 membagi siyasah menjadi dua, siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah), siyasah yang benar adalah bagian dari syariah. Maka bernegara, mengangkat pemimpin dan berpolitik adalah kewajiban yang disepakati ulama. Apabila politik ini merupakan kendaraan atau sarana untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan keindahan yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul SAW.

Setiap muslim wajib melakukan gerakan dakwah dengan seluruh potensi yang dimilikinya sebagai mana yang pernah dilakukan oleh para nabi dan salafu shalih berikutnya. Bahkan berdakwah menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang dholim merupakan jihad yang paling utama. Hanya saja media apa yang paling tepat pada saat ini untuk menyuarakan kemarufan itu dan membrangus kebatilan ? Kami yakin bahwa kita semua sepakat media dakwah yang paling ideal pada saat ini di Indonesia- adalah lembaga atau institusi formal. Institusi formal yang dapat digunakan untuk dakwah diantaranya: Sekolah, Pesantren, Yayasan Sosial dll. Salah satu lembaga yang penting adalah orpol (organisasi politik) atau partai politik.

Anehnya ada sebagian umat Islam atau sebagian kelompok Islam yang membidahkan partai politik atau berdakwah lewat partai politik. Lalu apakah mendirikan, sekolah dan yayasan sebagai sarana dakwah adalah bidah? Apakah pesantren atau berdakwah melalui pendidikan di pesantren juga bidah ? Karena pesantren tidak ada dimasa Rasulullah SAW. Apakah berdakwah melalui mas media cetak maupun elektronik juga bidah ? Karena kebanyakan masmedia milik umat non Islam. Apakah berdakwah melalui komputer itu bidah ? Karena komputer itu produk umat non Islam.

Partai politik, yayasan, pesantren, mas media dan komputer adalah sarana. Disini justru umat Islam dianjurkan untuk melakukan ibda (kreatifitas) dalam hal sarana dan metodologi dakwah sesuai dengan perkembangan jaman. Tetapi itu semua harus sesuai dengan koridor Islam. Dalam alam demokrasi salah satu dakwah yang paling penting dan efektif adalah dakwah melalui partai politik. Karena nilai-nilai Islam dapat diperjuangkan dilembaga-lembaga tinggi negara. Di lembaga legislatif dalam bentuk undang-undang, di lembaga eksekutif dalam bentuk pelaksanaan undang-undang tersebut dan di lembaga yudikatif dalam bentuk kontrol terhadap undang-undang.

Memang dalam suatu negara yang bercirikan kerajaan tidak dapat membuat partai politik dan itu dibidahkan oleh raja dan seluruh jajarannya. Di Saudi misalnya, berpartai dan berpolitik adalah bidah dan haram hukumnya, sedangkan di Indonesia di masa Orde Baru partai politik hanya sekedar alat yang dijadikan kendaraan politik rezim Soeharto untuk melanggengkan kekuasannya. Lalu apakah kita akan mengikuti raja atau presiden yang kekuasaannya seperti raja, atau mengikuti ulama yang loyal kepada raja dan kerajaan atau mengikuti Alquran dan Sunnah ?

Kalau kita ingin mengikuti Alquran dan As-sunnah maka disana ada hizbullah (partai Allah) (QS 5 : 54-56), dan umat Islam wajib wala kepada partai Allah atau partai Islam tersebut. Wallahu alam bishawab.

sumber :

http://indradiningrat.wordpress.com/2009/07/15/politik-dalam-islam/

http://ulwani.tripod.com/partai_politik_dalam_islam.htm

 

November 22, 2009 Posted by | Ilmu islam, Islam, Pandangan Islam, Pikiran | Tinggalkan komentar